MKKS - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) berharap pemerintah memberikan perhatian serius terhadap nasib guru honorer. Sebab, setelah pengelolaan sekolah tingkat SMA/SMK beralih ke provinsi, sejumlah masalah menimpa honorer, mulai dari penggajian guru, hingga sarana dan prasarana.
Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi menjelaskan, untuk mengatasi masalah guru honorer, pihaknya telah mengusulkan kepada pemerintah untuk melakukan revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN). Selain itu juga, pemerintah juga harus melakukan perekrutan guru honorer dalam perekrutan calon pegawai negeri sipil (CPNS).
“Kan bisa rekrut CPNS diberikan kepada guru honorer, yang memiliki kompetensi dan kualifikasi tentunya,” jelas Unifah kepada wartawan di Jakarta, Kamis (2/2).
Dia juga menambahkan, pemerintah daerah juga dapat berkontribusi dengan mengangkat guru honorer menjadi guru tetap. Hal itu, dilakukan karena ada larangan pengangkatan guru honorer dalam PP Nomor 46/1982.
“Jadi, guru tetap daerah bisa mengangkat guru honorer. Dia diberikan gaji dari APBD, jumlahnya pun disesuaikan dengan kebutuhan daerah,” ujar Unifah.
Pengangkatan guru tetap daerah dapat memberikan kesempatan kepada guru honorer untuk mendapatkan sertifikasi guru. Sehingga, guru honorer di daerah bisa mendapatkan tunjangan guru.
Peningkatan prosentase dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat pula dialokasikan untuk pengangkatan guru honorer. Kendati dilarang, program tersebut bisa dilakukan melalui program pengembangan profesi guru. Hanya saja harus disertai dengan prosedur yang jelas.
“Sebenarnya banyak kanal-kanal di pemerintah yang dapat diisi untuk mengatasi guru honorer di Indonesia,” papar Unifah.
Sementara itu, pada program Terluar, Terdepan dan Tertinggal (3T), pemerintah bisa mengatasi masalah guru honorer. Program tersebut dapat mengangkat guru honorer di daerah dengan tetap mengedepankan nilai-nilai budaya daerah.
“Yang tahu nilai budaya di daerah kan guru honorer di daerah. Kenapa program 3T tidak mengangkat guru honorer di daerah,” tutur Unifah.
Secara terpisah, Sekjen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Didik Suhardi mengungkapkan, hingga saat ini masih ada dua provinsi yang belum rampung melakukan alih kelola yakni Papua dan Papua Barat.
Dia juga mengatakan, alih kelola SMK/ SMA ke provinsi bukan berarti kabupaten/kota tidak bisa berkontribusi didalamnya. Sebaliknya, provinsi juga bisa berkontribusi pada tata kelola tingkat SD di kabupaten/kota.
“Alih kelola ini menimbulkan masalah kebutuhan guru, tapi itu wewenang pemda,” pungkas Didik.
Terkait penggunaan dana BOS untuk guru honorer, Didik menambahkan, pihaknya akan melakukan evaluasi. Agar tidak menimbulkan masalah baru.
“Kalau itu bisa, hanya guru honorer yang dialihkan, bukan guru magang,” jelasnya. (sumber :pojoksatu.id)